Syarat Nikah Dalam Islam Sebagai Ketentuan Untuk Melakukan Pernikahan
Ada Calon Pengantin Laki-laki
Sebagai salah satu syarat sah utama dalam melangsungkan sebuah pernikahan adalah harus adanya calon pengantin laki-laki yang mau dan siap untuk menikah. Sesuai dengan ajarannya, Islam memiliki ciri-ciri utama untuk memilih seorang calon suami. Beberapa diantaranya adalah beriman dan bertaqwa kepada Allah dengan memiliki sifat yang terpuji, memiliki sifat tanggung jawab, pengetahuan agama dengan baik, rajin bekerja dan tidak memiliki penyakit berat.
Selain hal-hal diatas juga terdapat syarat menjadi calon suami yang harus dipenuhi menurut syariat Islam. Dalam hal ini, calon suami harus beragama Islam dan memiliki pengetahuan agama yang baik untuk membimbing keluarganya kelak dalam kehidupan beragama. Lainnya, suami bukan merupakan lelaki yang muhrim bagi calon istrinya, tidak sedang dalam melakukan ibadah haji, menikah dengan keadaan sadar dan rela, dan yakin terhadap calon istri untuk dinikahi.
Ada Calon Pengantin Perempuan
Adanya calon istri dan suami yang sama-sama memiliki rasa keinginan untuk menikah menjadi salah satu pelengkap ketentuan pernikahan dalam Islam. Sama seperti sebelumnya, sebuah pernikahan tidak akan pernah bisa terjadi jika tidak ada calon mempelai perempuan untuk dinikahi. Namun ada beberapa ciri tertentu yang harus ada di calon istri agar suami dapat mempertimbangkan apakah wanita yang akan dinikahinya adalah pilihan yang tepat.
Seorang wanita yang akan dinikahi menggunakan tata cara dan syariat Islam, harusnya memenuhi syarat untuk menjadi bakal istri. Beberapa syaratnya yaitu, calon istri wajib beragama Islam, karena jika salah satu calon menganut agama lain, maka pernikahan tidak bisa dikatakan sah. Selanjutnya, calon istri merupakan perempuan yang dipilih dan bukan perempuan muhrim bagi calon suami, tidak sedang menjadi istri orang ataupun masa iddah.
Adanya Wali Pernikahan
Ketentuan pernikahan dalam Islam mengharuskan adanya seorang wali yang bertindak untuk menikahkan kedua mempelai. Wali dalam pernikahan merupakan anggota keluarga laki-laki sah dari keluarga calon pengantin perempuan. Harusnya, yang bisa menikahkan kedua calon pasutri adalah ayah kandung pihak perempuan atau yang biasa disebut dengan wali mujbir. Dengan menikahkan putrinya secara langsung, hal tersebut menjadi persetujuan untuk calon suami dapat menikahi putrinya.
Dalam suatu kondisi yang tidak memungkinkan untuk ayah kandung calon istri menjadi wali nikah, posisi ini dapat digantikan dengan anggota keluarga lainnya. Wali ini bisa disebut sebagai Wali Aqrab, dimana yang bertindak untuk menikahkan kedua mempelai adalah paman, kakak kandung, ataupun kakek kandungnya. Jika keluarga lain juga tidak bisa menjadi wali, kedua mempelai dapat menunjuk wali yang sudah diberi kepercayaan untuk menjadi wali nikah.
Adanya Saksi Pernikahan
Syarat dan rukun lain yang dapat membuat pernikahan sah adalah adanya saksi pernikahan. Dalam melangsungkan sebuah pernikahan yang sah, saksi berperan untuk melihat, dan mengetahui sendiri prosesi akad nikah sehingga dapat memberikan keterangan secara sah terhadap pernikahan yang telah berlangsung. Dengan begitu, dalam pernikahan saksi menempati posisi yang sangat penting karena dapat dikatakan sebagai pengesah akad nikah.
Tidak semua orang dapat menjadi saksi dalam sebuah pernikahan. Untuk menyempurnakan salah satu ketentuan pernikahan dalam Islam, saksi yang ditunjuk harus memenuhi beberapa syarat khusus. Beberapa syarat tersebut diantaranya, saksi dalam sebuah pernikahan sekurang-kurangnya harus terdiri dari dua orang laki-laki yang telah pubertas dan wajib beragama Islam. Saksi juga harus memahami betul isi lafal ijab dan qobul serta bertindak dengan adil.
Adanya Ijab dan Qobul Atau Akad Nikah
Akad pernikahan terdiri dari ijab dan qobul sebagai pertanda sahnya sebuah pernikahan. Ijab berisi tentang pernyataan wali untuk menikahkan kedua calon pengantin. Ijab harus dilafalkan dengan jelas, tidak dengan menggunakan kalimat sindiran dan diucapkan langsung oleh wali atau wakil nikah. Sewaktu ijab, tidak boleh dikaitkan dengan periode waktu atau nikah kontrak dalam waktu tertentu. Serta, tidak ada sebutan prasyarat lainnya sewaktu ijab diucapkan.
Sedangkan qobul adalah janji calon suami untuk menerima calon mempelai wanita sebagai calon istri dengan maskawin atau mahar yang telah ditentukan keduanya. Qabul harus diucapkan sesuai dengan ucapan ijab dan dilafalkan langsung oleh pengantin laki-laki. Saat melafalkan qabul, harus mengucapkan nama calon istri dengan benar serta diucapkan dengan satu tarikan nafas. Qabul juga tidak boleh dikaitkan dengan prasyarat tertentu lainnya.
Setelah proses ijab dan qobul selesai diucapkan, maka pernikahan tersebut akan mendapatkan kesaksian dari saksi nikah yang telah ditunjuk, serta para tamu yang hadir dalam prosesi akad nikah. Ketentuan pernikahan dalam Islam ini terpenuhi setelah para saksi berkata “sah” atau perkataan lainnya dengan maksud yang sama. Saksi dapat mengesahkan pernikahan setelah mendengar, melihat, memahami, dan mengetahui secara langsung proses ijab dan qobul.
Setelah mendapatkan kesaksian dari para saksi nikah, maka wali nikah akan membacakan doa selamat untuk kedua mempelai. Doa merupakan doa selamat agar kehidupan berumah tangga yang akan dilalui pengantin dapat berjalan dengan lancar, kekal, dan bahagia selalu dalam menjalani bahtera rumah tangga. Setelah itu, proses selanjutnya adalah pemberian mas kawin atau mahar dari pihak suami kepada pihak istri, serta cincin sebagai simbol pernikahan.
Pemberian Mas Kawin Atau Mahar
Dalam ajaran Islam, memberikan mas kawin ataupun mahar pada istri maupun keluarga istri adalah wajib hukumnya. Mahar perkawinan adalah pemberian sesuatu dari suami kepada istri. Biasanya, mahar atau mas kawin adalah harta berupa emas, perhiasan, uang, ataupun harta lain dengan kadar yang telah disepakati keduanya. Mas kawin yang diberikan kepada istri, akan menjadi hak istri sepenuhnya dan bisa digunakan sesuai dengan keinginan sang istri.
Ada syarat agar suatu barang bisa dikatakan sebagai mahar. Ketentuan pernikahan dalam Islam juga mengatur mahar agar sesuai dan menjadi sesuatu yang berkah. Barang yang bisa dijadikan sebagai mahar adalah harta yang dinilai berharga dan memiliki manfaat, dengan kadar sesuai dengan kesepakatan. Mahar bukan berasal dari barang orang lain secara paksa, dan juga dilarang dari sesuatu yang belum diketahui kehalalannya.
Pernikahan banyak dikatakan bisa menjadi penyempurna suatu ibadah. Menjadi satu-satunya ibadah yang dilakukan sangat dengan jangka waktu yang sangat panjang, maka Islam sangat teliti dan benar-benar memperhatikan syarat dan kewajiban untuk menikah. Pasangan yang akan menikah wajib mempertimbangkan banyak hal sebelum memutuskan untuk menikah termasuk kesanggupan untuk memenuhi ketentuan menikah sesuai syariat dalam Islam.
No comments
Post a Comment